Perpol Nomor 8 Tahun 2021: Polsek Pemayung Klarifikasi Pemberitaan Menyesatkan Oknum Wartawan
Eternityhukumnews.com, Muara Bulian – Mengacu pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, Polsek Pemayung memberikan klarifikasi tegas atas pemberitaan menyesatkan oleh oknum wartawan dari salah satu media online yang dianggap tidak akurat dan berpotensi menyesatkan publik.
Dalam pemberitaan tersebut, pelapor kasus dugaan penggelapan pakan ayam justru disebut sebagai pelaku penganiayaan. Padahal, kedua perkara tersebut memiliki objek hukum dan substansi yang berbeda serta ditangani secara terpisah oleh kepolisian.
Kapolsek Pemayung, AKP RA.L. Nauli Harahap, S.H., melalui Kanit Reskrim IPDA Erwin, S.P., pada Senin, 21 Juli 2025, menegaskan bahwa informasi yang disebarluaskan oleh oknum wartawan tersebut tidak berdasar dan mencampuradukkan dua perkara hukum yang berbeda. Hal ini dinilai dapat membentuk opini publik yang keliru serta mencemarkan nama baik pihak yang tidak terkait. dan dijelaskan bahwa kasus dugaan penggelapan pakan ayam yang ditangani Polsek Pemayung mengacu pada Pasal 374 KUHP dan telah diselesaikan melalui pendekatan restorative justice sebagaimana diatur dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021, dengan hasil kesepakatan damai yang dicapai secara sukarela dan tanpa tekanan.
Sementara itu, dugaan Pencurian Ayam Oleh sdr. A yang disebutkan dalam pemberitaan merupakan kasus terpisah dengan kurun waktu yang berbeda dan korban dari dugaan pencurian Ayam dari sdr. A bukan pihak Perusahaan, melainkan Milik Warga Masyarakat. Apalagi bila Perdamaian antara Pihak Terlapor (sdr. S dan sdr. S) dikaitkan dengan informasi tentang peristiwa pengeroyokan oleh sdr. S dan R terhadap sdr. A, karena dalam Perkara Tindak Pidana Penggelapan oleh sdr. S dan R, Perkara diselesaikan secara damai (Restorative Justice) dengan Pihak Pelapor/Korban dalam hal ini Pihak Perusahaan tanpa paksaan dan secara sukarela kedua belah Pihak.
Pihak perusahaan selaku pelapor turut memberikan penjelasan terkait kronologi kasus. Pemeriksaan CCTV dilakukan setelah kontrol rutin menemukan adanya ketidaksesuaian jumlah pakan ayam. Sebelumnya, tidak terdeteksi adanya kehilangan secara data. Keputusan untuk menyelesaikan perkara secara damai diambil atas arahan pimpinan perusahaan, setelah ada itikad baik dari pihak terlapor untuk mengganti kerugian sebesar Rp37 juta. Proses penyelesaian dilakukan tanpa penangkapan formal, melainkan melalui pendekatan langsung di lokasi kerja. Polisi hanya bertindak sebagai fasilitator, tidak ada intervensi maupun paksaan. Perusahaan mengonfirmasi bahwa laporan telah disampaikan secara resmi ke kepolisian, dan menilai penyelesaian damai tersebut adil karena kerugian telah diganti sepenuhnya.
Ke depan, perusahaan akan memperketat pengawasan terhadap distribusi dan pencatatan pakan, termasuk patroli rutin dan memastikan karung pakan kembali sebagai bukti konsumsi, guna mencegah kejadian serupa terulang.
Pihak terlapor dalam kasus penggelapan membantah tuduhan pencurian dan menyatakan bahwa dirinya tidak terekam dalam CCTV serta hanya membeli barang dari pihak lain. Ia juga membantah keterlibatannya dalam dugaan penganiayaan, dan menyebut kehadirannya di lokasi hanya dalam kapasitas sebagai Ketua RT. Kedua pihak sepakat menyelesaikan persoalan secara musyawarah dengan pendekatan kekeluargaan, tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun.
Pihak kepolisian sangat menyayangkan tindakan oknum wartawan yang tidak melakukan konfirmasi atau verifikasi sebelum mempublikasikan informasi kepada publik.
Penting diketahui bahwa bagi oknum wartawan yang memberitakan informasi secara tidak akurat dan tanpa verifikasi, tindakan tersebut berpotensi melanggar etika jurnalistik dan dapat dikenai sanksi hukum. Jika terbukti menimbulkan kerugian atau mencemarkan nama baik, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media elektronik. Jika medianya telah terverifikasi oleh Dewan Pers, maka dapat dikenai sanksi etik dan proses klarifikasi melalui hak jawab sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Kebebasan pers tidak boleh dijadikan tameng untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan dan tidak berdasar, apalagi menyangkut reputasi seseorang atau institusi.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa profesi wartawan menuntut tanggung jawab tinggi dalam menjaga akurasi dan kebenaran informasi. Praktik jurnalistik yang sembrono tanpa verifikasi tidak hanya mencederai marwah profesi, tetapi juga berpotensi menyesatkan masyarakat dan mengganggu proses penegakan hukum. Hanya dengan berpegang pada fakta, integritas, dan kode etik, pers dapat menjadi pilar keadilan dan kebenaran yang sejati di tengah masyarakat.
---
📝 Redaksi sigap91news.com
📍 Muara Bulian, 21 Juli 2025
Ardani Zaidan
Komentar
Posting Komentar